Self Reminders. Eps II


Untuk kalian para penyemangat juang.

Patah hati gak pernah menjadi frasa yang menyenangkan. Pernah ada perjuangan yang pernah mati-matian kita lakukan, Pernah ada juga masanya, kita mendamba dambakan. Tapi sayangnya segala ke-aku-an mengacaukan segalanya.
  • “Aku memang seperti ini. Kalau gak suka, kamu boleh pergi,”
Mungkin itu ancaman yang sering dia lontarkan kepada kita. Dia yakin dan besar kepala dengan memberikan ancaman itu. Yakin sekali kita gak akan pergi meninggalkannya. Karena waktu telah memberi banyak bukti. Sepayah apapun sakit hati yang dibuat olehnya, kita selalu menemukan cara untuk jatuh cinta kembali padanya. Mungkin juga kita pernah menjadi orang yang muluk sekali. Sudah tau dia tak sedalam itu mencintai, tapi kita tetap keras kepala bertahan di sampingnya. Dengan sebuah harapan yakin dia mau berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Dulu setiap kali kita tersakiti, kita memilih diam. Memaklumi dan menghibur diri dengan berpikir, dia hanya khilaf sementara.
  • Namun kini akhirnya kamu memiliki keberanian untuk melangkah. Dan memiliki kesadaran bahwa dia tak akan berubah.
Dengannya kita pernah mencoba mendefinisikan cinta ke dalam banyak frasa. Mulai dari cinta menurunkan gengsi, cinta adalah soal mengalah, bersabar, hingga bertahan meski sakit hati datang bertubi-tubi. Kita pernah menjadi seseorang yang lebih mirip asisten pribadi, ketimbang seorang kekasih. Sekali waktu, kita juga pernah repot mencarikan dia lowongan pekerjaan. Pontang panting membuatkan orang ini sebuah CV agar ia bisa segera melamar pekerjaan. Dan sementara itu, dia memilih asyik nongkrong bersama teman-temannya yang juga tak membuatnya berkembang sama sekali.
  • Kamu pernah menjadi orang yang mau repot demi dia. Sampai kamu tak sadar, orang lain melihatmu lebih cocok disebut pesuruh dibandingkan pasangan hidup. Penghargaan untukmu bahkan tak pernah ada sedikitpun.
Semua pengorbanan dalam hubungan memang dibutuhkan. Namun kadar yang wajar tetap harus ada. Pergi untuk membuat zona kenyamanan kita kembali hadir. Kita gak lagi dikelilingi rasa khawatir. Hanya karena dia marah saat kita mengingatkannya untuk mulai mengurangi begadang dan memikirkan soal karir apa yang harus dia kejar.
  • “Jangan kebanyakan menceramahiku. Kamu nggak boleh mengatur-aturku seperti ini. Kamu itu baru juga pacar, belum suami,”
Mungkin kata-katanya ini masih selalu terngiang di telinga kita. Satu titik yang membuat kita tersadar bahwa tidak ada lagi pengorbanan yang harus diperjuangkan. Karena di matanya, semua sia-sia.

Kita pernah merasa sangat takut kehilangan. Ketakutan akan menggigil seorang diri saat udara dingin datang, satu-satunya cara kita hanya bisa memeluk diri sendiri dan menangis dalam sepi. Bayangan kita soal perpisahan pernah sekelam itu. Tapi nyatanya, hari-hari yang kita lalui setelah memilih sendiri tak pernah menyeramkan sama sekali. Sepi memang sesekali. Namun ada kehangatan yang kembali kita rasakan dalam dada, yang dulu sempat memar dan remuk tak karuan. Biarkan dia mencari hati baru untuk disakiti. Kita harus bisa bersyukur karena telah menyelamatkan diri.

*notes untuk pengingat diri sendiri
*Picture on Behance @martabevacqua


Comments